Aturan Ikonografi Suci - Standar

"Ikon adalah Jendela ke surga."

-Ungkapan Umum

Jika kita ditunjukan wajah Kristus, tanpa harus diberi tahu, kita dapat segera mengenali wajah itu, bukan? Berkat standar ikonografi suci, kita mempunyai ciri-ciri wajah Tuhan kita yang khas. Standar ini telah ditetapkan dari masa ke masa, dimulai dari abad-abad pertama, ketika umat Kristen melukiskan gambar-gambar suci di kuburan-kuburan bawah tanah, tempat persembunyian mereka, sampai saat ini, ketika Gereja telah mendapat kebebasan beribadah, dan mendapat kehormatan yang besar di kerajaan-kerajaan. 

Realita ikon berbeda dengan realita dunia ini. Dalam ikon kita diperkenalkan dengan sebuah realita yang baru, realita yang lebih sempurna. Oleh sebab itu, ikon-ikon dilukis dengan metode yang berbeda. Bagaikan berada di depan Allah sendiri haruslah seorang ikonografer melukiskan setiap goresan dari ikonnya.

Dari gaya lukisnya sendiri, terdapat perhitungan matematis yang berbeda, figur-figur yang dibuat lebih jangkung, kesan pembayangan yang berbeda. Ada model-model khusus untuk setiap ikon.

Dari cara lukisnya sendiri, pembuatan ikon merupakan sepenuhnya karya doa. Praktik umumnya, seorang pelukis ikon (selanjutnya disebut ikonografer) akan menerima sakramen tobat sebelum memulai pekerjaannya. Ada doa-doa khusus yang disusun oleh para guru ikonografer untuk diucapkan. Setiap elemen lukis juga berasal dari bahan-bahan alami. 








Pelukis ikon pertama adalah Santo Lukas Penginjil sendiri. Dia adalah seorang dokter dan memiliki banyak akses terhadap bahan-bahan seni. Namanya sering disebut dalam doa-doa seorang ikonografer untuk memohon perantaraannya. Ikon yang dibuatnya adalah ikon Bunda Maria dengan bayi Yesus, ikon Petrus dan Paulus, lalu sebuah patung lilin Bunda Maria. Dia mempersembahkan semua itu kepada Bunda Maria dan Bunda kita memberkati karyanya. 

Ikon Santo Lukas sedang melukis ikon Bunda Allah dituntun oleh Malaikat
Ikon Santo Lukas sedang melukis ikon Bunda Allah dituntun oleh Malaikat


Sebuah ikon juga sebetulnya tidak disebut "dilukis" tapi "ditulis" karena ikon dipandang Gereja sama seperti Kitab Injil dalam bentuk dan warna. Maka, seorang ikonografer atau pelukis ikon tidak disebut sebagai pelukis tapi penulis ikon.

Sebagai pedoman umum ikonografi, berdasarkan buku manual ikonografi dari Dionysius dari Fourna, setiap ikon suci haruslah memiliki unsur berikut:

1. Nama Suci

Setiap figur orang kudus yang tertera haruslah dibubuhkan inskripsi nama mereka. Ini dibuat untuk menghindari kebingungan dan karena kuasa yang terkandung dalam nama Tuhan sendiri.

Adapun nama mereka ini jikalau memungkinkan ditulis dalam singkatan untuk menyatakan keunikan nama tersebut.

Untuk nama Tuhan kita menyingkatnya: IC-XC yaitu huruf pertama dan terakhir dari "Yesus Kristus" dalam aksara Yunani. "Ιησούς Χριστός"

Untuk nama Bunda Allah kita menyingkatnya: MP-ΘY yaitu "Bunda Allah" dalam aksara Yunani.


untuk Santo Santa kita menyingkatnya:

Cв atau Kudus dalam aksara Sirilik, Αγ dalam aksara Yunani, dan St dalam aksara Latin.

Berikut adalah daftar singkatan standar untuk nama-nama suci yang digunakan dalam ikon:



2. Halo/Lingkaran Suci

Lingkaran atau Halo di belakang wajah orang Kudus diperlukan untuk menunjukkan betapa pentingnya tokoh tersebut.

Halo dalam warna emas, merah, biru, atau putih menunjukkan kepenuhan Roh Kudus, terang surgawi, api ilahi, yang diam di atas mereka.

Halo Kristus khususnya ditandai dengan tanda salib. Tanda Salib itu memuat tiga huruf, yang artinya, "Aku adalah Aku", yakni nama Allah dalam Perjanjian Lama. 



3. Keakuratan wajah

Wajah Kristus, Bunda Maria, dan Para Kudus memiliki ciri khas yang dikenali oleh umat beriman sepanjang segala zaman. Selain dua unsur di atas, kemiripan wajah juga diperlukan untuk sebuah ikon dapat divenerasi sebagai benda suci.

Wajah Kristus dari Guru Ikonografi, Manuel Panselinos, menjadi standar ciri-ciri wajah Kristus di semua ikon Tuhan kita. Versinya merupakan versi modern terbaik yang berhasil menyalin wajah Kristus dengan setia dari abad ke abad.


Ciri-ciri wajah masing-masing orang Kudus dijelaskan lebih lanjut dalam manual ikonografi, dan diturunkan oleh para guru ikonografi dalam masing-masing mazhab ikonografi.


Masih banyak lagi kekhususan dan aturan dalam pembuatan ikon-ikon suci, akan tetapi cukuplah sampai di sini untuk membuat anda mengerti bahwa ada perbedaan antara ikon dengan karya seni lainnya. 


    Sekilas mengenai patung. Dalam spiritualitas Gereja Barat, patung dipandang sebagai sebuah benda devosi yang mengingatkan kita akan orang kudus. Di Timur, ikon dihargai dan dihormati jauh lebih daripada itu. Ikon dipandang menyimbolkan kehadiran mereka, dan dihargai hampir setara dengan kehadiran orang kudus itu sendiri! Berangkat dari iman yang demikian sehingga timbullah tradisi untuk tidak menyentuh ikon dengan bertelanjang tangan, tidak pernah meletakkan ikon di lantai, tidak berbicara hal yang tidak pantas di ruangan yang ada ikonnya, dan lain sebagainya. Singkatnya, ikon adalah "Jendela ke Surga". Patung juga dihargai dan digunakan di Gereja Timur, akan tetapi, karena sifat tiga dimensinya, membatasi  patung dari memiliki kehormatan yang sama dengan ikon. Maka, patung dan ikon merupakan dua bentuk ikonografi yang tak terpisahkan dalam ekspresi iman Gereja.


Haruskah menggunakan ikon/patung? Ya. Karena iman Kristen berlandaskan pada Allah yang menjelma menjadi manusia. Kata St. Yohanes dari Damaskus, "Aku membuat gambar dari Allah yang menjadi daging itu, dan menghormatinya, karena melalui daging itu, aku diselamatkan."

Postingan populer dari blog ini

Ikon-ikon di Kapel St. Fransiskus dari Assisi, Taman Anggrek, Jakarta Barat

Ikon Pemberitaan Injil Kerajaan Allah

Ikon Kebangkitan Tuhan di Kapel Taman Anggrek